Sabtu, 21 November 2015

SUKU PALUE

SUKU PALUE
Suku palue merupakan, kepulauan tersendiri berada di kepulaun flores daerah NTT, sebelah barat pulau palue berbatasan dengan ro”pa, dan sebelah timur pulau palue berbatasan dengan maurole, dan sebelah untara pulau palue berbatasan dengan pulau bonerate. Mnurut sejarah pulau palue ini ditemukan oleh nelayan dari bugis dengan menamakan pulau palue yang diambil dari kata dasar palu yang artinya pulang. Keturunan orang-orang palue berasal dari tiga suku yakni suku bugis, suku india dan portugis, mengapa suku palue mempunyai kturunan atau kemiripan dari suku bugis yaitu dilihat dari cara pembuatan parang dan perahu sama persis seperti pembuatan dari bugis, kmiripan lain-ya yaitu dilihat dari penggunaan nama yang dipakai, seperti nama ndae yang artinya daeng dan juga mempunyai kemiripan bahasa. dilihat dari struktur tubuh dan face orang palue juga mirip dengan orang india, untuk meyakini bahwa orang palue juga berasal dari keturunan india dilihat dari nama-nama orang-orang disana yaitu roja dan raja dan sala satu daerah disana disebut roja ende, suku palue juga mempunyai keturunan dari portugis, yaitu dilihat dari penggunaan nama, seperti pugi yang artinya portugis, kemiripan lain-nya dilihat dari struktur tubuh dimana orang-orang disana sebagian mempuyai perawkan yang tingi, serta memiliki warna kulit ”hitam”.
Dari segi pengetahuan
Keseharian orang palue disana selain bercocok tanam, mencari ikan dilaut, mereka juga giat dalam menenun sarung, dan itu mereka lakukan dari turun-temurun sampai saat ini secara tradisional.
 Sistem teknologi dan peralatan
Teknologi peralatan disana masi tradisional, dari segi peralatan orang-orang masih menggunakan cangkul yang disebut dengan kata (sa”ko), kayu yang di runcingkan untuk mengerjakan kebun disebut (re”po), pembuatan perahu disebut (so”pe) bambu yang dianyam untuk menangkap ikan disebut (wuwu), sedangkan dilihat dari segi teknologi masih sangat tradisional, seperti untuk penerangan pada setiap rumah yaitu orang-orang disana menggunakan buah pohon jarah dan getah kenari yang dicampur dengan sabut kelapa sebagai lampu.
Kesenian
Kesenian disana bermacam-macam antara lain gendang dan gong biasanya diadakan pada upacara adat, kemudian ada tarian togo dan nyanyian pantun berbalas-balasan
Kekerabatan
Orang-orang palue menjunjung tinggi kekerabtan, ini dilihat dari pergaulan mereka, keramatamahan mereka, dan juga mereka menjujung tinggi gotong royong, seperti untuk menyemangati mereka dalam bekerja ada seorang pemimpin yang mensuport mereka dengan sebuah lagu yang dinyanyikan bersama-sama sehingga pekerjaan seberat apapun akan terasa ringan.
Bahasa atau linguistik
Penggunaan bahasa disana, ada beberapa bahasa, seperti bahasa pasaran yang lazim digunaka oleh orang-orang disana yang dikenal dengan bahasa palue atau dikenal dengan sebutan “sara lu”a” dan ada sebuah bahasa yang tidak bisa dimengerti oleh sebagaian orang disana yaitu disebut bahasa pa”e atau bahasa tanah, bahasa ini digunakan pada acara-acara penting dan biasanya digunakan oleh “la”ki mosa” atau tua adat dan ada juga bahasa yang digunakan orang-orang untuk berdoa yang disebut “sisawo” artinya meminta sesuatu kepada tuhan.
Sistem religi atau kepercayaan
Kepercayaan orang-orang disana masih primitif mereka masih menyembah kepada penyembahan-penyembahan yang berhala, seperti “rate wawa” artinya mereka menyembah kepada batu, kayu, dan “era wula” atau bulan dan bintang, mereka juga menyembah kepada pohon-pohon yang dianggap kramat  , mereka juga menyembah kepada arwa-arwa orang mati.

Sistem matapencaharian
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehar-hari Sistem matapencaharian yang dilakukan orang-orang disana antara lain sebagai nelayan, petani dan juga menenun sarung.
Dari berbagai penjelasan diatatas dapat disimpulkan bahwa, Suku palue merupakan, kepulauan tersendiri berada di kepulaun flores daerah NTT. sebelah barat pulau palue berbatasan dengan ro”pa, dan sebelah timur pulau palue berbatasan dengan maurole, dan sebelah untara pulau palue berbatasan dengan pulau bonerate. Mnurut sejarah pulau palue ini ditemukan oleh nelayan dari bugis dengan menamakan pulau palue yang diambil dari kata dasar palu yang artinya pulang. Keturunan orang-orang palue berasal dari tiga suku yaitu suku bugis, suku india dan portugis




Selasa, 17 November 2015

PERAN NILAI BUDAYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN

ILMU BUDAYA DASAR

PERAN NILAI BUDAYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN






OLEH
SAVERINUS RAGA
214101050
KELAS B
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada   tuhan yang maha Esa karna limpahan kasih dan  rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya , pertama saya ucapkan bayak trima kasi kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikankan penyusunan makalah ini. Trimakasi juga kepada dosen pembimbing matakuliah pengantar ilmu politik yang telah memberikan arahannya atas tersusunnya penyusunan makalah ini.
Disadari penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan berbagai kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak yang telah membaca.


                                                                        Unaaha, juni 2015

                                                                                    Penulis






DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ......................................................................   i
KATA PENGANTAR ...................................................................   ii
DAFTAR ISI....................................................................................   iii
BAB I PENDAHULUAN
           A.   latar belakang ................................................................   2
           B.   Rumusan Masalah..........................................................   2
           C.   Tujuan Penulisan.............................................,.............    2

BAB II PEMBAHASAN
            A.   Arti kebenaran .............................................................   3
.....       B.   Makna pendidikan .......................................................   7
.....       C.   Pendidikan dalam lingkup kebudayaan .....................   13
 B.   Fungsi pendidikan bagi kebudayaan .........................   18

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ....................................................................    19
B.     Saran ..............................................................................    20
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................



 BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
     Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepada anak-cucu mereka; melainkan dapat pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya. Kebudayaan mengenal ruang dan tempat tumbuh kembangnya, dengan mengalami perubahan, penambahan dan pengurangan. Manusia tidak berada pada dua tempat atau ruang sekaligus, ia hanya dapat pindah ke ruang lain pada masa lain. Pergerakan ini telah berakibat pada persebaran kebudayaan, dari masa ke masa, dan dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai akibatnya di berbagai tempat dan waktu yang berlainan, dimungkinkan adanya unsur-unsur persamaan di samping perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu di luar masanya, suatu kebudayaan dapat dipandang ketinggalan zaman (anakronistik), dan di luar tempatnya dipandang asing atau janggal.
Peneliti Sosial, Department of Anthropology University of Sussex, United Kingdom mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kumpulan individu yang memiliki karakteristik khas dengan aneka ragam etnik, ras, budaya, dan agama.1 Setiap kelompok masyarakat mempunyai pola hidup berlainan, bahkan orientasi dalam menjalani kehidupan pun tidak sama. Sebagai suatu unit sosial, setiap kelompok masyarakat saling berinteraksi yang memungkinkan terjadinya pertukaran budaya. Dalam proses interaksi itu, setiap kelompok masyarakat saling mempelajari, menyerap, dan mengadopsi budaya kelompok masyarakat lain yang kemudian melahirkan sintesis budaya baru. Dalam kajian antropologi, ada tiga istilah untuk menjelaskan peristiwa interaksi sosial budaya, yakni sosialisasi, akulturasi, dan enkulturasi.
Dalam melestarikan khazanah budaya Indonesia yang kaya diperlukan kontribusi pendidikan untuk menjaga keberlangsungan budaya tersebut. Pendidikan yang terbentuk bisa kita namakan pendidikan yang berlandaskan budaya atau pendidikan yang responsif terhadap kebudayaan. Akan tetapi di sisi lain model pendidikan kontemporer harus tetap diadopsi untuk menjamin kompetisi pendidikan. Sehingga pendidikan yang terbentuk yaitu kolaborasi antara kebudayaan dan modernisasi sistem pendidikan.
Namun yang menjadi persoalan penting yaitu memastikan fungsi pendidikan bagi keberlangsungan budaya, menjaga budaya, dan mengembangkan budaya manusia untuk kemajuan peradaban manusia. Sedangkan fungsi pendidikan untuk menyambut modernitas itu akan berkembang dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya waktu dan berkembnagnya kebudayaan manusia. Oleh karena itu untuk mengetahui fungsi pendidikan dalam kebudayaan yaitu dengan memahami peran penting pendidikan bagi perkembangan budaya. Pendidiakan sebagi pilar kebudayaan dan dari kebudayaan yang terbentuk itulah nanti akan mengembangkan pendidikan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam mengidentifikasi fungsi pendidikan dalam kebudayaan muncul beberapa pertanyaan terkait, yaitu:
1. Apa arti kebudayaan?
2. Bagaimana makna pendidikan berdasarkan kebudayaan?
3. Bagaimana hubungan antara pendidikan dan kebudayaan?
4. Seperti apa fungsi pendidikan bagi kebudayaan?
C. TUJUAN PENULISAN
            Tujuan dari penulisan makalah tersabut adalah:
1.    Untuk mengetahui arti kebudayaan
2.    Untuk mengetahui makna pendidikan berdasarkan kebudayaan
3.    Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan kebudayaan
4.    Untuk mengetahui fungsi kebudayaan bagi pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN


A. ARTI KEBUDAYAAN
            Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 113) menjelaskan bahwa kebudayaaan adalah semua hasil karya. rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai social yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan yang luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture). Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat, sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono Soekanto, 1993: 189-90).

B. MAKNA PENDIDIKAN
            Pendidikan bukan sesuatu yang hadir dengan sendirinya tanpa melalui diakektika sejarah. Salah satu ilmu yang berkembang dari sejarah yaitu pedagogi atau yang sering disebut juga dengan edukasi atau pendidikan. Perkembangan ilmu ini juga sebenarnya telah ada sejak manusia memikirkan tentang dirinya di hadapan dirinya, alam, lingkungan dan bahkan Tuhan. Tetapi secara perlahan, menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri atau otonom. Nah dari penelusuran sejarah pedagogi tersebut akan diperoleh makna pendidikan dari waktu ke waktu yang kian berubah. Namun kita sedikit akan menukilkan bagaimana sejarah memaknai pendidikan mulai dari zaman peradaban kuno sampai masa republik Romawi.

1. Pendidikan Pada Masa Peradaban Kuno
Pada masa peradaban tua, tekanan utama pendidikan kepada manuasia ialah bagaimana cara berusaha agar manusia tidak lupa akan segala norma yang berlaku secara lisan di tengah-tengah masyarakat. Ini berlaku untuk semua peradaban tradisional sebelum manusia mengenal alfabet (huruf-huruf). Dan cara yang paling ampuh untuk mengatasi kelupaan ialah melalui cerita lisan yang diteruskan kepada anak atau cucu, tentang segala aturan dan norma hidup, yang juga “ditetapkan” secara lisan. Begitulah dari generasi ke generasi, manusia mendidik generasi berikutnya dengan cara bercerita.

2. Pendidikan ala Homeros dan Hesiodos
            Menurut Homeros dan Hesiodos; yang semuanya berkembang di Yunani. Pendidikan ala Homeros (dalam Illiad dan Odisea) menekankan bahwa menjadi manusia ideal. Manusia ideal adalah manusia yang memiliki arete. Orang yang memiliki arete ialah orang yang memiliki kekuatan fisik seperti keberanian dan juga kehebatan untuk meraih kegemilangan dan hormat.
Hal yang kedua yaitu pendidikan ala Hesiodos. Pendidikan yang ditekankan Hesiodos ialah pendidikan yang membuat mereka yang dididik memiliki visi popolis (visi publik-umum-masyarakat). Konsep arete dalam Homeros berkembang dari ide kepahlawanan menjadi keutamaan dalam pergulatan hidup sehari-hari yang dialami kaum tani. Dasar moralitas dalam arete Hesiodos ialah keadilan dan kerja keras. Orang yang adil ialah orang yang bekerja keras. Kerja keras adalah jalaan satu-satunya menuju kepada keutamaan.

3. Pendidikan di Sparta dan Athena (Yunani)
Pendidikan di Sparta (abad VIII – VI sm), mulai dari yang lebih humanis kepada komunitaris yang anti demokrasi. Arete bukan lagi dipahami sebagai serdadu yang mengutamakan semangat patriotisme, yang dilakukan secara bebas, tetapi kegiatan pendidikan diambil alih oleh negara sebagai institusi tertinggi. Sifat pendidikan menjadi sangat tiranis, totalitarian (sedangkan di wilayah Atena, ciri pendidikan kepada masyarakat lebih demokratis, dialogis dan menghargai individu). Memang arah dan tujuan pendidikan di Sparta ialah keutamaan moral sebagai warga negara yang memiliki cinta secara total kepada tanah air, menghargai nilai kekuatan dan kekerasan, mengutamakan latihan fisik demi kesiapan tempur dan ketaatan total kepada tanah air (patria).
Sedangkan pendidikan di Atena lebih menekankan keharmonisan. Tatanan sosial tidak didominasi militer tetapi masyarakatlah yanag mengatur kehidupan polis (kota-negara) melalui sebaauh tata sosial politik. Sipil diberi kekuasaan yang sangat besar dan luas untuk mengurus negara dan polis. Arete Homerian yang aristokratis mulai dipraktikan oleh setiap warga negara yang ingin berprestasi. Ideal kepahlawanan dalam Homerian tidak lagi hanya milik seseorang tetapi menjadi milik setiap warga polis. Persaingan kepahlawanan di medan tempur, sekarang juga berubah menjadi persaingan dalam perlombaan di Olympiade. Sekolah-sekolah yang sebelumnya milik keluarga bangsawan berubah menjadi milik publik. Pada masa inilah muncul banyak ilmu pendidikan di sekolah: gimnastik, musik, puisi, teater, dan sastra.

4. Pendidikan Menurut Para Filsuf dan Socrates
Pada sekitar abad ke-5 SM, pendidikan oleh para filsuf sangat menekankan gaya bicara retoris. Manusia dididik untuk menjadi seorang retoris, kepandaian dalam bicara atau berpidato. Orang dididik untuk mampu berbicara dengan baik dan logis serta bijaksana. Mereka diajar untuk menyebarkan gagasan dan pendapat, tata bahasa yang baik, teknik bicara serta retorika yang meyakinkan. Tujuan pendidikan ialah mencetak para orator ulung. Karena itu arete berkembang kepada yang sifatnya politis, arete politis, yang termanifestasi melalui kemampuan retoris yang indah.



5. Pendidikan Menurut Plato
Pada dasarnya, Plato menekankan penndidikan untuk “mencetak seorang filsuf pemimpin”. Kritik Plato kepada kepada pemikiran pendidikan sebelumnya: “mereka yang menjalani pendidikan hanya untuk mengejar sukses, kehormatan, dan popularitas ialah pendidikan yang tingkatnya rendah sekalai. Menurut Plato, pendidikan yang dilakukan harus menghantar orang kepada pengenalan dan penghayatan makna kebaikan dan keadilan serta kebenaran. Manusia harus mempau memelihara keharmonisan dari jiwanya dengan cara memelihara keharmonisan negara, kebahagiaan dunia dan kebahagiaan yang mengatasi dunia. Dan ini hanya dapat dimilki oleh seorang filsuf. Seorang filsuf harus mampu memikirkan kebahagiaan dunia dan yang mengatasi dunia serta mampu hidup dengan orang lain dalam alam demokratis.

6. Pendidikan Menurut Isokrates
Isokrates ialah seorang guru yang sangat mulia di hadapan publik Yunani, dalam hal budaya oratoris dan pendidikan tulisan. Ia mengajarkan beberapa teori bahwa: kefasihan berbicara ialah hadiah alamiah, pengajaran tidak dapat menyempurnakan alam, para siswa, hanya dalam kasus ini, dapat memahami dari dosen yaitu sistem-sistem ide yaitu forma pembicaraan. Selain itu, Isokrates juga memperkenalkan kurikulum pendidikan, yang di dalamnya mengatur sekolah menengah atas yang mulai dibuka kepada publik dengan lamanya waktu 3-4 tahun dan setiap kelas tidak lebih dari 9 orang.

Hal lain yang penting dalam pengaturan pendidikan ialah adanya ensiklopedia, pembentukkan moral siswa melalui larangan-larangan atau perintah-perintah praktis dari pengalaman dan studi tentang sejarah, retorika diajarkan dengan peniruan, pentingnya praktek dialektika serta diterapkan ilmu matematika di sekolah sangat penting.
Sokrates mengkritik bahwa paideia bukan ditentukan pada kedalaman opini (kebenaran-kebenaran absolut) tetapi dalam paideia retorica. Untuk pembentukan manusia, Isokrates mengembangkan sebuah konsep budaya dan formasi yang direduksikan pada praktek-praktek sikap dan tingkah laku.

7. Pendidikan Pada Peradaban Helenistik – Yunani
Sekitar abad ke-4 sm, dimulailah peride Helenis, di mana kenudayaan Romawi mulai masuk ke Yunani. Pertemuan kedua kebudayaan ini kemudian mempengaruhi juga pendidikan di yunani. Idealisme manusia tidak hanya ditemukan dalam individu (Yunani): dalam pemeliharaan jiwa Sokrates, dalam keterlibatan ala Plato manusia yang memiliki arete adalah manusia yang berada dalam sebuah dunia yang tergabung secara global melalui pelbagai macam kebudayaan dunia. Pemahaman ini membuka kepada kepada ide humanitas. Akhirnya pendidikan pada masa ini bergeser kepada pendidikan yang berciri humanitas. Inilah paideianya ala Romawi. Pada masa ini juga muncul pelbagai displin ilmu seperi matematika (Euklides), fisika (Arkhimedes), astronomi (Aristrakus), geografi (Erastisfene), dll. Lewat kebudayaan helenis, paideia Yunani berubah menjadi humanitas yang sedalam-dalamnya.

8. Pendidikan Pada Masa atau Peradaban Romawi dan Abad Pertama dari Republik Romawi
Pada masa ini paideia Yunani mulai berkembang dan mempengaruhi pendidikan di Romawi. Tekanan utama pada paideia Romawi yang baru (yang tidak ada sebelumnya) ialah: peranan penting tadisi dan keluarga dalam pendidikan. Pendidikan di Roma pada abad-abad sebelum masehi ialah dibentuk melalui keluarga dengan cara menghormati apa yang disebut dengan mos maiorum dan sistem pater familias. Materi dasar bagi pendidikan adalah seperti mengutamakan kebaikan tanah air, la pietas (devosi), la fides (kesetiaan), la grafitas (kualitas hidup) dan la constantia (stabilitas). Semua orang yang didik harus diarahkan kepada manusia yang mempunyai keutamaan seperti 4 hal tersebut, dan ini harus dibentuk sejak orang berada di dalam keluarga.


C. PENDIDIKAN DALAM LINGKUP KEBUDAYAAN
            Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya.4 Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.

1. Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.

a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku
tertentu.
c. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.
d. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.

2. Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan. Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Dengan demikian, kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Untuk membuktikan hal tersebut marilah kita lihat variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat (1991). Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang ditransmisi, (2) proses transmisi, dan (3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi? Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut.

Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berarti bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.


3. Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan
Seperti yang telah kita bicarakan mengenai transmisi kebudayaan, nilai-nilai kebudayaan bukanlah hanya sekadar dipindahkan dari satu bejana ke bejana berikut yaitu kepada generasi mudanya, tetapi dalam proses interaksi antara pribadi dengan kebudayaan betapa pribadi merupakan agen yang kreatif dan bukan pasif. Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan serta banyak lagi terminologi lainnya. Beberapa proses tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Penemuan atau Invensi
            Dua konsep tersebut merupakan proses terpenting dalam pertumbuhan dan kebudayaan. Hal itu mengingat tanpa penemuan-penemuan yang baru dan tanpa invensi suatu budaya akan mati. Biasanya pengertian kedua terminologi ini dibedakan. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum dikenal tetapi telah tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini. Misalnya di dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi penemuan-penemuan dunia baru sehingga pemukiman manusia menjadi lebih luas dan berarti pula semakin luasnya penyebaran kebudayaan.
     Dengan invensi maka umat manusia dapat menemukan hal-hal yang dapat mengubah kebudayaan. Dengan penemuan-penemuan melalui ilmu pengetahuan maka lahirlah kebudayaan industri yang telah menyebabkan suatu revolusi kebudayaan terutama di negara-negara barat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah membuka horizon baru di dalam kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan berkembang begitu cepat secara eksponensial sehingga apa yang ditemukan hari ini mungkin besok telah usang.

b. Difusi
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih tradisional. Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami difusi. Hanya saja proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-lahan. Namun hal itu berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat dan intens, maka difusi kebudayaan akan berjalan dengan sangat cepat.
Lihat saja misalnya apa yang terjadi di negara kita, bagaimana pengaruh Kebangkitan Nasional terhadap kehidupan suku-suku bangsa kita. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 telah melahirkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan dan/atau bahasa nasional yang notabene berasal dari bahasa Melayu, dari puak Melayu yang hidup di pesisir Sumatera. Pengaruh bahasa Indonesia terhadap kebudayaan di Nusantara sangat besar sampai-sampai banyak anak-anak sekarang terutama di kota-kota besar yang tidak lagi mengenal bahasa lokalnya atau bahasa ibu. Kita memerlukan suatu kebijakan pendidikan untuk memelihara bahasa ibu dari anak-anak kita.

c. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan. Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat dunia yang bersatu. Di dalam kebudayaan modern pada abad teknologi dan informasi dalam millennium ketiga, kemampuan untuk inovasi merupakan cirri dari manusia yang dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern telah merupakan suatu tuntutan oleh karena kita tidak mengenal lagi batas-batas negara. Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa-batas, teknologi komunikasi yang menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa depan akan lain sifatnya.



d. Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah peranan visi masa depan. Terutama dalam dunia global tanpa-batas dewasa ini diperlukan suatu visi ke arah mana masyarakat dan bangsa kita akan menuju. Tanpa visi yang jelas yaitu visi yang berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa (Indonesia), akan sulit untuk menentukan arah perkembangan masyarakat dan bangsa kita ke masa depan, atau pilihan lain ialah tinggal mengadopsi saja apa yang disebut budaya global. Mengadopsi budaya global tanpa dasar kehilangan identitasnya. Di sinilah letak peranan pendidikan nasional untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat dari nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang akan dijadikan pondasi untuk membentuk budaya masa depan yang lebih jelas dan terarah.

D. FUNGSI PENDIDIKAN BAGI KEBUDAYAAN
            Ketika kita mengagumi karya agung kemanusiaan Candi Borobudur dan Prambanan, tersirat pemikiran bahwa di belakang karya ini tentu ada pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang telah tersistem dengan baik. Namun data tentang sistem pendidikan saat itu belum ditemukan orang selain prasasti dan buah hasil pemahatan. Pendidikan pelatihan tenaga pematung pasti diikuti disiplin tertentu hingga dapat membuat batu tersusun rapi geometris. Patung-patung dari ujung atas hingga bawah di Borobudur seragam bentuk dan tekniknya, padahal masa pembuatannya memakan waktu 3 generasi dan tetap tidak ada deviasi interpretasi seni pemahatan.

Teknologi pembuatan candi kala itu pasti merupakan teknologi garda depan di dunia. Bahkan hingga saat inipun orang masih menobatkan sebagai keajaiban di dunia. Andai candi-candi dibangun pada era sekarangpun tidak mudah direalisasikan dan dengan biaya sangat besar. Pantaslah Bung Karno selalu mengagung-agungkan betapa perkasanya bangsa di Nusantara kala itu.
 Sesuai apa yang terpahat dalam relief candi, maka pendidikan selain diberikan secara tertulis ada juga secara lisan. Pendidikan lisan baik Hindu maupun Budha bisa berupa dakwah pengajian pimpinan agama atau melalui dongeng, mythos, cerita, legenda secara turun temurun.

1. Pendidikan sebagai Sosialisasi Kebudayaan
Telah kita ketahui bersama bahwasanya pendidikan lahir seiring dengan keberadaan manusia, bahkan dalam proses pembentukan masyarakat pendidikan ikut andil untuk menyumbangkan proses-proses perwujudan pilar-pilar penyangga masyarakat. Dalam hal ini, kita bisa mengingat salah satu ungkapan para tokoh antropologi seperti Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin , 2002).
Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya.
Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk internalisasi dari system “pengetahuan” yang diperoleh manusia melalui pewarisan atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya, melainkan juga diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya.
Melalui pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu, pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.
Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen kekuatan social masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian baru serta perubahan-perubahan di seluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu kedatangannya tidak bisa diduga-duga. Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapat memproduk manusia zaman sesuai dengan atmosfir tuntutan global. Sebagai salah satu perangkat kebudayaan, pendidikan akan melakukan tugas-tugas kelembagaan sesuai dengan hukum perkembangan masyarakat. Dari sini dapat kita amati bersama sebuah alur pembahasan hubungan dialektik antara pendidikan dengan realitas perkembangan sosial faktual yang saat ini tengah menggejala pada hampir seluruh masyarakat dunia.

2. Pergulatan Manusia dalam Keanekaragaman Budaya
Semenjak awal dunia telah melakukan penelusuran hakikat asal usul dari manusia. Seperti mengungkap kotak hitam misteri yang tak pernah ditemukan kunci pembukanya, pemecahan seluk beluk sejarah manusia telah menyita waktu dan pemikiran yang menimbulkan penafsiran bermacam-macam. Masing-masing pemikir atau asumsi umum silih berganti mengajak masyarakat menjadi penganut perspektif tersebut. Diantaranya adalah tiga asumsi besar yang hadir pada masyarakat awam sebelum jaman
pencerahan.

Pertama, ada yang berpendapat bahwa pada dasarnya makhluk manusia memang diciptakan beraneka macam atau poligenesis; dan menganggap bahwa orang-orang di Eropa yang berkulit putih merupakan makhluk manusia yang paling baik dan kuat. Oleh karena itu, kebudayaan yang dimilikinya juga paling sempurna dan paling tinggi. Cara berpikir yang kedua adalah yang meyakini bahwa sebenarnya makhluk manusia itu hanya pernah diciptakan sekali saja atau monogenesis; yaitu dari satu makhluk induk dan bahwa semua makhluk manusia di dunia ini merupakan keturunan Adam.
Berbagai bidang kajian banyak dilakukan, termasuk upaya untuk meneliti tentang keanekaragaman makhluk manusia dan kebudayaannya di berbagai tempat di muka bumi. Beraneka macam kajian anatomi komparatif yang dilakukan, lebih ditekan-kan atas dasar keanekaragaman ciri-ciri fisik manusia. Selain itu, ada sebagai para ahli filsafat sosial di masa Aufklarung, mulai mengkaji berbagai bentuk-bentuk masyarakat dan tingkah laku makhluk manusia. Berbagai gejala dan tingkah laku manusia, dicoba untuk dipahami dengan mendasarkan pada kaidah-kaidah alam. Setiap kali mereka berupaya menyempurnakan dirinya, maka akan menyebabkan perubahan kebudayaannya. Suatu perubahan kebudayaan dapat berasal dari luar lingkungan pendukung kebudayaan tersebut. Gerak kebudayaan yang telah menimbulkan perubahan dan perkembangan, akhirnya juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan; sementara itu tidak tertutup kemungkinan hilangnya unsur-unsur kebudayaan lama sebagai akibat ditemukannya unsur-unsur kebudayaan baru. Sehingga keberadaan pendidikan sangat penting sebagai mediator dalam dialektika kebudayaan lama dengan kebudayaan baru yang melahirkan system kebudayaan yang memang berguna untuk masyarakat.

3. Pendidikan sebagai Dasar Pengembangan Masyarakat Baru
Dewasa ini boleh dikatakan pendidikan telah diadopsi oleh semua negara, baik negara berkembang maupun negara maju, dijadikan sebagai pondasi untuk menghadapi perubahan-perubahan besar di dalam kehidupan masyarakat dalam millennium ketiga. Hal ini dapat terbayang di dalam investasi pendidikan dari negara-negara tersebut. Pendidikan telah dijadikan prioritas utama dan pertama dari banyak negara untuk dijadikan sebagai pondasi membangun masyarakat yang lebih demokratis, terbuka bagi perubahan-perubahan global dan menghadapi masyarakat digital. Boleh dikatakan semua negara memberikan prioritas utama kepada pengembangan pendidikan yang tercermin di dalam alokasi dana pemerintah. Sejalan dengan arah baru mengenai pendidikan di dalam pengembangan suatu masyarakat, maka ilmu pendidikan juga mempunyai orientasi baru.
a. Arah Baru Pedagogik
Di dalam perkembangannya, pedagogik terbatas kepada masalah-masalah mikro pendidikan, seperti perkembangan anak, proses belajar dan pembelajaran, fasilitas pendidikan, biaya pendidikan, manajemen pendidikan dan sebagainya. Di dalam perkembangannya dewasa ini, pedagogik ternyata tidak terlepas dari perubahan-perubahan sosial, politik dan ekonomi. Telah kita lihat, betapa perubahan pola-pola kehidupan masyarakat manusia dewasa ini yang semakin terbuka. Kehidupan politik yang semakin didominasi oleh gerakan demokratisasi. Hak-hak asasi manusia semakin menonjol di dalam setiap pemerintahan dan di dalam organisasi-organisasi dunia. Semuanya mengakui betapa besar peranan pendidikan di dalam membangun masyarakatdunia baru.  
           
Indonesia telah mulai menunjukkan gejala-gejala yang positif memprioritaskan pendidikan di dalam proses pembangunan masyarakat Indonesia baru di dalam APBN dan APBD yang akan datang. Perubahan-perubahan sosial tersebut di atas telah membawa kepada suatu keperluan untuk memberikan orientasi baru terhadap pedagogik. Pedagogik bukan sekadar mencermati perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa, atau mengenai proses pendidikan orang dewasa, atau menyimak mengenai proses belajar dan pembelajaran, tetapi lebih luas daripada itu, yaitu menempatkan perkembangan dan kehidupan manusia di dalam tetanan kehidupan global.
Dengan demikian, pedagogik bukan hanya terbatas kepada ilmu mendidik dalam arti sempit, atau sekadar aplikasi ilmu jiwa pendidikan, tetapi juga membahas mengenai keberadaan manusia di dalam kebersamaan hidup yang mengglobal bagi umat manusia. Pedagogik merupakan bagian dari perubahan politik, bagian dari perubahan sosial dan juga bagian dari perubahan ekonomi, bukan hanya perubahan ekonomi bagi negara-negara maju, tetapi juga ekonomi yang dihadapi oleh kebanyakan negara berkembang yakni pemberantasan kemiskinan.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila investasi di dalam pendidikan dan pelatihan merupakan agenda paling urgen di dunia dewasa ini. Masalah-masalah pemberdayaan, partisipasi masyarakat, perencanaan dari bawah, perbaikan gizi, pengembangan civil society, pengembangan sikap toleransi antarbangsa, antaragama, antara lapisan kehidupan sosial ekonomi, antaretnis, multicultural education, merupakan topik-topik hangat di dalam pedagogik arah baru.

b. Pendidikan, Ekonomi, Politik, dan Kebudayaan
Pedagogik orientasi baru tersebut di atas, menunjukkan keterkaitan yang erat antara pedagogik dengan pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan politik. Demikian selanjutnya, pedagogik tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan di mana pendidikan itu merupakan bagian dari padanya. Kebudayaan merupakan sarana, bahkan jiwa dari kohesi sosial dari suatu masyarakat. Tanpa kohesi sosial tidak mungkin lahirnya proses pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan dan kebudayaan merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Mengisolasikan pendidikan dari kebudayaan berarti melihat proses pendidikan di dalam ruang hampa.

Pakar-pakar ekonomi juga pakar-pakar kebudayaan dan politik melihat betapa pendidikan merupakan aspek yang sangat strategis di dalam menyiapkan suatu tata kehidupan manusia yang baru. Demikianlah kita melihat bagaimana peranan pendidikan di dalam menata suatu masyarakat baru. Masyarakat baru yang berdasarkan paradigma baru, akan dapat dipersiapkan melalui proses pendidikan. Tidak berlebihan kiranya apabila pendidikan dewasa ini, seluruh dunia dianggap sebagai pondasi dari membangun masyarakat dunia baru.








BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
  1. Dari uraian makalah di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
    Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik yang melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.  
  2. Pendidikan berperanan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya dalam proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki. Dan kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses pendidikan.  
  3. Di dalam proses pembudayaan terdapat unsur-unsur pendidikan seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, dan prediksi masa depan atas kebudayaan yang lahir dari proses pendidikan.  
  4. Pendidikan menjadi instrumen kekuatan social masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat dalan kebudayaan yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman.  
  5. Pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.

B. SARAN
1.      Adapun saran saya sebagai penyusun makalah ini yaitu:
Kita sebagai generasi bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, sepatutnya kita mempertahankan budaya lama yang baik sebagai warisan kebudayaan luhur menjadi karakteristik bangsa kita.  
2.      kita kembangkan pendidikan kita yang sesuai dengan kebudayaan bangsa untuk meraih kebudayaan dan peradaban yang cemerlang.

















           











DAFTAR PUSTAKA


§  Prof. H.A.R. Tilaar .2000. ”Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia”, Jakarta: PT. Rosda Karya
§  S. Nasution. 2001. “Sejarah Pendidikan Indonesia” Jakarta: Bumi Aksara
§  Poerwanto. 2000. “Periodesasi Kebudayaan dan Peradaban Umat Manusia” Jakarta: Graha Ilmu.
§  http://giuslay.wordpress.com/2009/01/30/sejarah-pendidikan-dari-yunani-kuno-sd-4-abad-pertama-kekristenan/